Puncak Suroloyo bukan hanya indah, tapi di balik puncak tertinggi pegunungan Menoreh tersebut terdapat legenda. Cerita yang sangat erat dengan perkembangan peradapan manusia di jaman dulu khususnya di tanah Jawa.
Legenda ini bermula dari kitab Cabolek milik Ngabehi Yasadipura yang tak lain adalah Pujangga dari Kraton Surakarta. Dalam kita tersebut dikatakan Raden Mas Rangsang yang kelak bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo mendapat wangsit bahwa dirinya akan menjadi penguasa tanah Jawa.
Adapun untuk menjadi penguasa ia harus bersedia melakukan tapa brata di puncak perbukitan. Dalam kitab tersebut juga disebutkan bahwa lokasinya ada berjarak puluhan kilometer dari kerajaan yang dulu ada di Kotagede.
Dalam perjalannya ia jatuh pingsan dan mendapat wangsit untuk bertapa di puncak tertinggi perbukitan Menoreh yang tak lain bernama Puncak Suroloyo. Dan benar setelah bertapa ia menjadi penguasa kerjaan Mataram Islam dan menguasai sebagian tanah Jawa. Bukti adanya ritual tersebut masih ada hingga sekarang.
Area seluas 7 kali 15 meter di ketinggian 1.019 meter di atas permukaan laut menjadi saksi bisu. Tempat yang oleh masyarakat sekitar diberi nama Pertapaan Suroloyo diduga sebagai tempat untuk menerima petunjuk tentang bagaimana menjadi penguasa di tanah Jawa.
Dulu untuk mencapai puncak tersebut benar-benar harus kerja keras karena medan terjal yang ada. Selain itu di kiri dan kanan ada jurang yang bisa saja menjadi licin saat hujan. Beruntung sekarang area tersebut telah dilakukan perbaikan dibeberapa sisi sehingga pengunjung bisa lebih nyaman menuju Puncak Suroloyo.
Selain area Pertapaan Suroloyo masih ada dua lagi, yakni Pertapaan Sariloyo dan Pertapaan Kaedran. Letak antara satu pertapaan dengan yang lain tidak begitu jauh jadi masih bisa dijangkau dengan jalan kaki.
Hingga saat ini masyarakat setempat masih mensakralkan tempat tersebut sehingga mereka selalu menjaga sikap dan perilaku untuk senantisa menjadi orang baik. Bukti kesakralan yang jelas napak adalah adanya kegiatan setiap tanggal 1 Suro pada penanggalan tahun Jawa atau 1 Muharram pada penanggalan tahun Islam.
Kegiatan tersebut berupa jamasan atau mensucikan kembali pusaka Tombak Kyai Manggolo Murti dan Songsong Manggolo Dewo. Ritual tahunan tersebut dilakukan di sendang Kawidodaren yang terletak tidak jauh dari Puncak Suroloyo.
Tradisi tersebut berlangsung sejak Sri Sultan Hamengku Buwono ke-IX menyerahkan kepada Mbah Manten Hadi Wiharjo selaku sesepuh Dusun Keceme untuk menjaganya. Hingga saat ini tradisi tersebut masih dilangsungkan dan di ikuti masyarakat sekitar dan pengunjung yang berasal dari beberapa daerah.