Malioboro, nama kawasan atau lebih tepatnya nama jalan ini selalu ramai dipenuhi wisatawan. Tidak hanya siang hari, ketika malam tiba daerah ini pun masih penuh sesak dengan ribuan turis yang menyemut dari ujung utara hingga selatan.
Nama jalan paling populer di Jogja ini berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya karangan bunga. Hal itu karena pada jaman dulu sepanjang jalan di depan Kraton Jogjakarta ini dipenuhi karangan bunga untuk menyambut keluarga atau tamu kerajaan.
Seiring berjalannya waktu kini tidak ada lagi karangan bunga disepanjang jalan yang tidak begitu panjang tersebut. Namun, namanya tetap tak berubah, hingga kini nama Jalan Malioboro tetap digunakan.
Pada awalnya jalan penuh kenangan tersebut bukanlah sebuah keramaian karena di kiri jalannya hanyalah pepohonan saja. Yang menjadi pusat ekonomi tak lain dan tak bukan adalah Pasar Gede atau Pasar Beringharjo yang ada di ujung selatan jalan.
Kini jalan tersebut telah berubah menjadi pusat ekonomi masyarakat Jogja dan sekitarnya. Banyaknya cindera mata yang dijual membuat siapa saja yang berkunjung selalu berpikir, “kapan akan kembali ke Malioboro.”
Selain sebagai pusat cinderamata, ditempat tersebut juga menjadi ajang pesta seni dan budaya. Hampir semua festival atau karnaval dilaksanakan ditempat tersebut. Agenda tersebut ada yang sifatnya rutin seperti Festival Kesenian Yogyakarta, Pekan Budaya Tionghoa, Jogja Java Carnival, Karnaval Malioboro dan lain-lain. Ada juga agenda yang sifatnya tidak rutin seperti The Royal Wedding beberapa waktu lalu.
Setiap acara digelar biasanya menggunakan sepanjang Jalan Malioboro hingga Alun-Alun Utara Jogja. Tak pelak ribuan atau mungkin jutaan pasang mata akan berkumpul disepanjang jalan.
Selain berburu oleh-oleh para wisatawan biasanya juga akan menyempatkan diri untuk berkunjung ke Loji Besar atau Benteng Vredeburg, Loji Kecil atau kawasan di sebelah Gedung Agung, Loji Kebon atau biasa disebut Gedung Agung, dan Loji Setan yang tak lain adalah Kantor DPRD Kota Jogja.
Bukan hanya cinderamata saja yang menarik tapi kawasan ini adalah surga kuliner dimana aneka jajanan akan ditemukan. Panganan yang harganya mulai dari seribuan hingga ratusan ribu bisa didapat di sepanjang jalan.
Susuri sepanjang jalan sembari memanjakan mata dengan aneka produk yang mungkin saja ditempat lain tidak tersedia. Wajar kiranya bila para wisatawan selalu berburu dalam jumlah besar untuk sanak keluarga yang ada di rumah. Barangnya tidak saja murah tapi tentu saja ‘Jogja banget.’
Mungkin mayoritas pengunjung juga tidak menyadari bahwa Malioboro berada satu garis lurus dengan Kraton dan Gunung Merapi. Oleh karena itu pada saat cerah ada baiknya mengambil spot dengan latar belakang gagahnya gunung berapi yang ada di utara Jogja tersebut.
Bila ingin jalan-jalan di Malioboro dengan kesan mendalam datanglah pada malam Minggu. Tidak saja hanya akan melihat cinderamata dan kuliner tapi sering kali ada pentas budaya dibeberapa titik yang ada di Malioboro. Pentas tersebut mulai dari music, teater, kesenian / ketrampilan dan lain-lain.
Rasa ke-Jogja-an akan lebih terasa manakala makan malam di trotoar yang ada di jalan Malioboro. Para tamu tidak hanya akan disajikan dengan aneka menu yang mantap, tapi juga akan dihibur para musisi jalanan yang mendendangkan lagu sehingga akan terasa lebih romatis.