Bagi umat Katolik dan Budha mungkin tak asing dengan nama Sendang Sono. Pasalnya tempat ini biasa dijadikan sebagai objek wisata religi.
Bukan hanya menikmati keindahan dan keasrian yang ada di Sendang Sono. Tapi para pengunjung juga dapat meningkatkan kadar keimanan kepada tuhan mereka masing-masing.
Lokasinya lumayan jauh kalau dari Jogja. Tapi jalan yang telah mulus membuat siapa saja yang berkunjung serasa diberi kemudahan. Persisnya mata air yang dianggap suci ini ada di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo.
Secara umum sendang ini adalah tempat ziarah Gua Maria. Untuk menjaga keberlangsungan mata air maka tertata baik oleh Paroki St. Maria Lourdes di Promasan.
Luas area objek wisata religi ini sekitar 1 hektar. Saat memasuki kawasan sendang pengunjung akan disambut dengan salib dan gereja yang ada dibawah sendang. Dari tempat ini untuk sampai ke mata air masih berjarak sekitar 1 kilometer.
Puncak kunjungan di Gua Maria ini terjadi pada bulan Mei dan Oktober setiap tahunnya. Berdasar kepercayaan Katholik diketahui bahwa kedua bulan itu adalah bulan Maria. Banyak wisatawan yang datang percaya bahwa air yang ada penuh khasiat dan mampu menyembuhkan berbagai penyakit.
Ternyata sebelum digunakan umat Katholik tempat ini telah lebih dulu digunakan umat Budha. Mereka adalah para rohaniawan yang melakukan perjalanan dari Borobudur menuju kecamatan Boro yang ada di Kulon Progo.
Di tempat ini para umat Budha tidak saja hanya mengambil air dan beristirahat. Tapi mereka ada yang bertapa di bawah pohon Sono yang mengalir mata air.
Selain itu ada juga mitos yang berkembang di desa Banjaroyo ini. Cerita tersebut tak terlepas dari kisah hidup Dewi Lantamsari dan Den Baguse Samija yang tak lain adalah putranya.
Sendang ini mulai populer sejak 14 Desember 1904 dimana Romo Van Lith SJ, membaptis 171 warga sekitar dengan air yang bersumber dari Sendang Sono. Rohaniawan ini juga dikenal sebagai penyebar agama Katholik di Pulau Jawa.
Salah satu peserta yang dibaptis adalah Barnabas yang kemudian ditetapkan sebagai katekumen pertama di Kalibawang. Seperempat abad kemudian, tepatnya pada 8 Desember 1929 baru Sendang Sono secara resmi dibuka sebagai tempat ziarah oleh Romo J.B. Prennthaler SJ.
Nilai historis di tempat ini semakin bertambah pasca Ratu Spanyol mempersembahkan patung Bunda Maria. Beratnya patung membuat benda ini susah dipindahkan dari bawah menuju lokasi sendang yang ada di atas perbukitan.
Tidak berhenti disitu tapi kesakralan tempat ini semakin bertambah lagi dengan adanya batu tempat penampakan Bunda Maria yang langsung diambil dari Lourdes. Batu itu ditanam dibawah kaki patung dan membuat namanya menjadi Gua Maria Lourdes Sendang Sono.
Kini sendang telah dibangun menjadi sesuatu yang indah. Semua itu berasal dari sumbangan umat dan sifatnya swadaya. Arsitektur yang digunakan adalah gaya Jawa atas rancangan YB Mangunwijaya.
Uniknya bangunan ini ramah lingkungan karena menggunakan hasil alam yang mayoritas berasal dari Kulon Progo dan sekitarnya. Pengakuan akan istimewanya bangunan Sendangsono diberikan ikatan arsitek Indonesia untuk kategori kelompok bangunan khusus.
Ada baiknya kalau berkunjung ke tempat ini mampir untuk menikmati “presto” ala warung makan mbah Juri. Letaknya tak jauh dan mudah ditemukan karena masih terletak di Desa Banjaroyo.