Topo bisu mubeng beteng telah menjadi tradisi bagi warga Jogja dan tidak boleh terlewatkan. Hal ini terbukti kegiatan mengitari kraton yang telah ada sejak jaman dulu tepatnya pada abad ke-6 dan merupakan tradisi asli dari orang Jawa.
Uniknya meski telah berlangsung berabad-abad masih ada hingga sekarang. Bukan hanya para abdi dalem atau warga sekitar kraton saja tapi kegiatan ini diikuti oleh ribuan peserta dari berbagai wilayah dari yang tua hingga yang muda.
Bagi kamu yang penasaran besok malam, tepatnya pukul 00:00 WIB bisa kumpul di Alun-Alun Utara. Tapi jangan kaget dalam kegiatan yang satu ini tidak akan ditemukan kemeriahan atau hingar bingar.
Yang ada hanya suasana khusuk dari tiap peserta. Mereka akan berjalan beriringan untuk memutari kraton sambil berdoa agar diberi keselamatan dan kemudahan di tahun yang baru.
Topo bisu mubeng beteng bisa dikatakan sebagai awal atau penanda masuknya tahun baru. Baik itu tahun baru Jawa (Saka) atau tahun baru Islam (Hijriyah) yang kebetulan jatuhnya selalu berbarengan. Bisa juga digunakan sebagai refleksi atas pencapaian tahun sebelumnya dan hajat atau cita-cita apa yang hendak dicapai pada tahun yang akan datang.
Rute yang ditempuh mulai dari Bangsal Ponconiti, Keben, Kraton kemudian mereka akan melalui Jalan Rotowijayan, Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, Jalan Suryowijayan, Pojok Beteng Kulon, Jalan Letjen MT Haryono, Jalan Mayjen Sutoyo, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan berakhir di Alun-Alun Utara.
Sebelum prosesi topo bisu mubeng beteng dijalani para abdi dalem akan memanjatkan doa dalam bahasa Jawa yang salah satunya dilantunkan dalam tembang Macapat. Doa yang disampaikan agar setiap individu menjadi lebih baik di tahun yang akan datang.
Topo bisu mubeng beteng kali ini terasa lebih istimewa. Pasalnya negara telah mengakui kegiatan ini sebagai warisan budaya nasional tak benda. Artinya kegiatan sarat kearifan lokal ini mampu menjadi bagian dari budaya bangsa yang harus dilestarikan.
Oleh karena itu sangat disayangkan bagi generasi muda bila tidak mencoba kegiatan yang dilakukan satu tahun sekali. Terlebih kini banyak peserta yang justru asalnya bukan dari wilayah Jogja tapi mereka secara sadar ikut ambil bagian.