Tak kurang dari 2.000 industri kreatif bermunculan di Jogja dan sekitarnya. Data tersebut di himpun dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM ( Disperindagkop UMKM) DIY akhir tahun lalu.
Banyaknya industri kreatif tentu saja menjadi angin segar manakala negara mengalami krisis. Dimana di beberapa wilayah terjadi penutupan industri atau usaha karena kurang memiliki daya saing tapi di DIY justru bermunculan ribuan industri kreatif.
Dari ribuan industri kreatif yang ada sebagian telah memasuki era digital. Mereka dalam prosesnya dari hulu hingga hilir telah mencoba menggunakan kemudahan yang disediakan teknologi kekinian.
Terutama dalam proses marketing atau penjualan produknya. Mulai dari pasang iklan, tawar menawar harga hingga transaksi jual beli telah beralih dari system konvensional ke era digital.
Para pelaku industri kreatif di Jogja tahu betul. Manakala mereka tidak meng-up date dan meng-up grade diri maka meraka akan ketinggalan. Mereka tidak lagi hanya bisa menunggu tapi harus jemput bola.
Salah satu tanda industri kreatif di era digital adalah penggunaan teknologi informasi atau internet sebagai ciri utama. Kemudian dalam prosesnya mereka tidak lagi menggunakan alat pembayaran tunai melainkan dengan menggunakan emoney atau sejenisnya.
Selain itu para pelaku industri kreatif di era digital terlihat lebih heterogen. Mereka tidak lagi di dominasi oleh golongan tertetu saja tapi siapapun kini bisa menjalaninya.
Bukan hanya para profesional tapi para mahasiswa atau ibu rumah tanggapun bisa menjalaninya. Era digital memberikan kemudahan bagi siapa saja yang mau berusaha. Terlebih dunia maya memberikan informasi tanpa batas tentang apa saja yang perlu di ketahui untuk terjun dalam industri kreatif.
Untuk memulainya juga dibilang tidak membutuhkan modal yang besar. Dalam sebuah ruangan kecil usaha ini telah bisa dimulai. Berbekal satu set laptop atau PC beserta dengan internet maka usaha ini telah bisa berjalan.
Dalam skala kecil industri ini bisa digarap seorang diri atau bersama beberapa rekan kerja saja. Dengan demikian bisa dipastikan budget yang disiapkan juga tidak terlalu besar.
Pesatnya pertumbuhan industri digital di Jogja tak lepas dari banyaknya kampus yang ada. Mulai dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), politeknik hingga universitas atau akademi berbasis digital begitu mudah ditemukan.
Ditambah banyaknya seniman yang ada kian memfasilitasi para pelaku. Mereka secara lingkungan akan mudah terinspirasi atau mendapat ide. Ide tersebut kemudian dituangkan dalam media digital.
Perpaduan keduanya akan menjadi karya yang bernilai tinggi. Jangan kaget bila pasar mereka telah menembus pasar internasional. Hanya saja karya mereka kurang terekspos media sehingga yang mengetahui hanya sedikit saja.
Fakta tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga beberapa waktu yang lalu. Dimana para pelaku industri kreatif di era digital di Jogja bergerak di usia 22 hingga 35 tahun. Artinya usaha ini dtekuni oleh mereka dalam usia produktif dengan berbagai latar belakang.