Beberapa kali melintas di Jalan Patangpuluhan saya senantiasa melihat warung mie khas Gunungkidul yang tak pernah sepi. Mie Ayam Bakso Pak Jo demikian nama yang tertulis dalam spanduk dominan warna biru dengan tulisan hitam.
Dalam hati, suatu saat saya harus berhenti dan mencoba. Menjadi bagian dari pecinta mie ayam yang rela mengantre untuk mendapat seporsi mie ayam khas Gunungkidul.
Saya katakan demikian karena memang ada tulisan tersebut dalam spanduk. Benar saja, Sabtu siang, usai mengantar anak mengikuti Lomba Angklung di Puri Waterpark saya pun menepikan motor di Jalan Patangpuluhan No 38, Wirobrajan, Jogja tersebut.
Sesaat ingin menjawab pertanyaan yang menggelayut, seberapa enak mie ayam yang satu ini hingga warung sederhana ini tak pernah sepi. Siang itu cukup terik dan dari pagi memang belum sarapan.
Sengaja ingin menikmati mie ayam enak agar lebih enak lagi. Menjaga perut kosong dan tiba-tiba terisi itu bukankah satu kenikmatan yang tak terkira.
Baca juga: Mie Ayam Legend di Jogja, Nendang dan Ngangenin
Mie Ayam Khas Gunungkidul
Bagi warga Jogja sendiri mie ayam ada beberapa macam berdasar daerah asalnya. Dua yang paling populer tentu saja mie ayam dari Wonogiri dan Gunungkidul.
Masing-masing memiliki karakteristik sendiri dan bagi yang jeli tentu dapat membedakan. Bukan hanya sekadar enak tapi ada sesuatu yang lain dan menjadi penanda bahwa si empunya dari daerah mana.
Pada umumnya mie ayam khas Gunungkidul selain memiliki rasa enak karena terbuat dari bahan berkualitas juga dominan akan rasa manis. Dan hal ini pula yang saya temukan saat berkunjung ke Mie Ayam Bakso Pak Jo ini.
Mie ayam khas Gunungkidul yang satu ini miliki ciri khas berukuran kecil dan lembut. Untuk warna pun berbeda dengan mie pada umumnya yang cenderung warna putih.
Satu menu yang bisa disantap tanpa mengenal waktu. Mau itu siang, sore maupun malam. Maklum saja biasanya kalau terlalu bagi agak aneh bila sarapan mie ayam.
Untuk minum sebagai teman setia pun tak muluk-muluk. Cukup es teh manis dan keduanya seolah menjadi pasangan terbaik bagi siapa saja.
Modal Rp 50ribu Bertiga
Meski tempat ini senantiasa ramai tapi soal harga mereka masih ramah kantong. Hal ini setidaknya terbukti, saat saya jajan bersama keluarga cukup merogoh kocek Rp 50ribu untuk bertiga.
Ingat persis yang kami nikmati, ada 2 mie ayam biasa, 1 mie ayam ceker, 2 es teh manis dan 1 nutri sari. Sebelum pulang saat di kasir saya masih bisa mengambil satu bakso goreng yang dikemas minimalis dengan harga Rp 4ribu. Masih sisa Rp 2ribu untuk mas-mas yang setia jagain motor saya selama ada di dalam.
Harga yang ramah kantong di mana mie ayam biasa cuma Rp 10ribu dan mie ayam ceker Rp 14ribu. Bila ada dana lebih silakan coba mie ayam bakso urat ceker dengan harga Rp 22ribu. Dengan angka tersebut sudah bisa menikmati mie ayam, bakso plus ceker.
Cukup murah bukan. Makan enak di tengah kota dan bisa menjadi jujugan mana kala sedang berjalan-jalan di area Patangpuluhan.
Selain mie ayam khas Gunungkidul sebenarnya ada bakso yang juga wajib coba. Namun mengingat perut yang tidak bisa serta merta menampung 2 mangkuk maka niat itu saya urungkan.
Suatu saat nanti pasti saya akan datang kembali untuk mencoba bakso. Meski memiliki ukuran biasa atau tidak ada yang spesial tapi saya yakin pasti enak.
Hal ini setidaknya telah saya coba dari bakso goreng yang saya cicipi. Makan seplastik isi belasan masih saja merasa kurang.
Coba saja kalau lokasi dekat dengan rumah, saya pasti akan segera datang kembali. Berhubung lokasi cukup jauh maka tunggu saya momen saya melintas dan akan saya tuntaskan seporsi bakso.
Jam buka sendiri warung mie ayam bakso Pak Jo ini mulai pukul 9 pagi dan biasanya tutup jam 8 malam. Lumayan panjang bukan jam buka mereka dan atur waktu saja kapan ingin datang.
Mie ayam ini pun bisa menjadi rekomendasi terbaik selain beberapa yang telah menjadi favorit saya secara pribadi. Ada mie ayam goreng Mekaton di dekat rumah dan ada mie ayam Bu Tumini di dekat terminal Giwangan yang khas dengan bumbunya.