Pagi hari selalu datang dalam gulitanya malam. Ketika jarum jam berhimpit pada angka dua belas, sedetik kemudian kita telah yakin bahwa hari telah berganti.
Perhitungan waktu selalu begitu, terus berulang, maju mundur. Hari-hari terus berlalu, Senin ke Selasa ke Rabu ke Kamis ke Jumat ke Sabtu ke Minggu dan ke Senin lagi.
Seminggu ke sebulan ke setahun dan seterusnya. Tak terasa, sudah tahun baru lagi! Kalender usang ditanggalkan, lalu kalender baru dipasang.
Kita kembali diyakinkan, tahun benar-benar telah berganti. Pentingnya sebuah instrospeksi atau lebih tepatnya berupa renungan sesaat.
Untuk mengenang apa yang telah dilakukan satu tahun terakhir dan apa yang akan dilakukan ditahun berikutnya.
Baca juga: Skenario Tuhan Jauh Lebih Baik dari Apa yang Diduga
Ritus Tahun Baru yang Tidak Penting
Seperti yang sudah-sudah, menjelang malam pergantian tahun, orang-orang tampak lebih sibuk dari biasanya. Pusat-pusat perbelanjaan dipenuhi orang-orang yang gila shopping.
Mall-mall di kota-kota besar memberikan diskon gede-gedean, ‘year end sale’.
Orang-orang berduit pun tergiur dengan kemurahan itu. Mereka lebih berani jor-joran membelanjakan uang mereka dalam jumlah besar.
Kaum ini sangat percaya diakhir tahun ada diskon besar-besaran.
Lalu, panggung-panggung hiburan dipersiapkan. Pentas musik dan pesta kembang api pun siap di gelar di alun-alun kota.
Tempat-tempat wisata dan hiburan malam penuh sesak orang-orang. Konser-konser penghujung tahun diadakan sekaligus disiarkan langsung oleh berbagai stasiun-stasiun televisi. Kemeriahan pun akhirnya hadir di rumah-rumah kita.
Sementara itu, jalan-jalan protokal kota dipenuhi para penjual terompet dadakan. Mereka datang dari pelosok-pelosok desa miskin dan kawasan kumuh pingir kali.
Mereka berjibaku meraih rejeki sepanggalan waktu diantara lalu-lalang konsumerisme dan hedonisme.
Lagu-lagu klasik pedih perihya kehidupan diaransemen ulang menjadi lagu penuh romantika, kesukacitaan, dan kegembiraan. Kegagalan hidup di adapatasi menjadi drama-drama kesuksesan.
Resolusi-resolusi pengharapan akan kesuksesan disematkan. Sebuah simfoni globalitas dalam ruang-ruang lokalitas.
Sebuah konser popstarvaganza yang menonjolkan citra kemegahannya dalam takarannya masing-masing hadir kembali kehadapan kita. Citra kemegahan itu mempesona semua yang hadir.
Pesta belanja, pesta musik, pesta kembang api adalah representasi kemuliaan peradaban jaman sekarang. Repetisi pesta tahunan itu diadakan, dibuat-buat secara berlebihan dan terkadang gila-gilaan.
Sesuatu yang lumrah, wajar dan biasa. Sangat menghibur. Siapa saja boleh ikut menikmatinya sampai puas.
Setiap orang agaknya mendapatkan rasa percaya dirinya kembali. Bersulang untuk masa depan yang lebih baik. Hari di mana optimisme menjadi berita.
Renungan Sesaat Sebelum dan Sesudah Pergantian Tahun
Jangan heran!, ketika ada orang-orang yang pesimis menatap masa depan. Tak ada tahun baru bagi mereka!.
Hari-hari mendatang adalah hari-hari kemarin juga. Kalender tetap usang dan jarum jam dinding mereka telah berhenti berdetik kehabisan baterai.
Toh, mereka tetap melakoni hidup yang seseungguhnya tak layak dan tak mereka maui. Kau Tahu Siapa?.
Akhirnya, dengarkanlah suara terompet itu! Tak terdengar katamu. Pasang kupingmu baik-baik! merdu bukan.
Nah, sekarang bukalah matamu dan tegakkan wajahmu ke langit!, tidakkah engkau lihat percikan kembang api itu, indah bukan!.
Cukup!. Ambil air kendimu dan teguklah sampai habis!, terasa hambar memang tapi itulah sesungguhnya hidupmu.
Ah, sudahlah lupakan! Toh, kita masih hidup di bumi yang sama, masih bisa bersapa, tertawa bercanda bahkan bercinta bersama. Selamat tahun baru. Hidup itu Indah.