Bagi kamu yang sehari-hari tinggal di kota besar semisal Jakarta atau Surabaya manakala berkunjung ke Jogja mungkin ada sedikit penyesalan. Jogja bukan lagi seperti dulu yang identik dengan asri dan nyaman.
Jalanan di Jogja tak ubahnya seperti ibukota. Dimana kendaraan bermotor senantiasa meluber hingga bahu jalan.
Tak jarang pemotor kemudian egois dengan mencari jalan pintas semisal melawan arus. Beberapa hari yang lalu publik di Jogja dikejutkan dengan ulah pengendara motor gede yang melintas di Ring Road Barat.
Jogja rasa Jakarta mungkin itu yang akan terbersit bagi siapa saja yang melihatnya. Untung saja perilaku negatif tersebut bukan ditunjukan warga Jogja tapi hanya pemotor yang melintas di Jogja.
Hal tersebut diduga sebagai dampak macetnya jalan dan keinginan untuk segera sampai di tujuan. Berdasar data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015 lalu tercatat setidaknya ada 2,2 juta kendaaran bermotor di Jogja.
Angka tersebut tersebut rata-rata tumbuh 7 persen setiap tahunnya. Artinya kini diperkirakan saat ini di Jogja terdapat hampir 2.8 juta kendaraan bermotor.
Ironisnya tumbuh pesatnya jumlah kendaraan bermotor tidak diiringi dengan pembangunan jalan yang memadai. Kalaupun ada pelebaran jalan tidak akan berbanding lurus dengan jumlah kendaraan.
Yang cukup mengejutkan data dirilis Inrix Global Scorecard 2017 dimana Jogja menempati ranking 60 dari 1.360 kota di dunia sebagai kota yang macet. Ditanah air sendiri berada diurutan ke-4 dari 15 kota yang terhimpun di Index Inrix.
Dari sumber yang sama disebutkan bahwa warga Jogja rerata dalam 1 tahun akan membuat waktu sia-sia di jalan selama 45 jam. Uniknya di Jogja pada jam padat justru menyita waktu lebih banyak dari warga Jakarta. Secara persentase kemacetan di Jogja mencapai 27 persen, sementara itu di ibukota hanya 24 persen.
Berkaca dari data itu semua, kita sebagai warga Jogja ada baiknya mulai beralih ke transportasi publik. Adanya bus umum dan Transjogja menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kemacetan.
Bila memaksa harus menggunakan kendaraan ada baiknya dimaksimalkan. Semisal bagi pemotor satu kendaraan bisa digunakan untuk 2 anggota keluarga. Sedangkan bagi mereka yang menggunakan roda 4 bisa digunakan untuk 3 atau 4 anggota keluarga.
Bila bukan kita sebagai warga Jogja yang peduli akan kenyamanan berlalu lintas siapa lagi. Jangan sampai tindakan positif untuk mengurangi kemacetan terabaikan dan yang akan rugi kemudian adalah kita sendiri.
Budaya positif berlalu lintas harus mulai diajarkan kepada yang lain mulai sekarang. Tujuannya selain untuk memberi rasa nyaman bagi warga Jogja tentu saja untuk wisatawan.
Jangan sampai ada anggapan Jogja rasa Jakarta.