Setelah 14 tahun digunakan logo “jogja never ending asia” kini akan digantikan dengan “jogja istimewa.” Logo ini digunakan sejak tahun 2001 dimana kala itu pemerintah tengah gencar memperkenalkan Jogja kepada dunia luar.
Kala itu logo dengan bahasa asing ini dipilih karena mampu mengejawantahkan berbagai nilai yang ada di Jogja kepada masyarakat luas khususnya wisatawan dari luar negeri.
Setidaknya ada tiga alasan kenapa kala itu pemerintah Jogja memilih logo “jogja never ending asia” :
1. Krisis Ekonomi
Dampak krisis moneter 98 masih nampak pada tahun itu. Salah satu cara mendapatkan devisa adalah mendatangkan wisatawan dan investor asing melalui pariwisata yang aman dan nyaman.
2. Globalisasi
Arus globalisasi memaksa siapapun untuk harus lebih siap menghadapi tantangan. Mereka yang tidak siap akan tersingkir sehingga perlu dibangun kejelasan posisi (clear positioning), kekuatan yang berbeda/khas (strong differentiation) dan memiliki brand unik (brand image).
3. Jogja sebagai Pasar
Tidak bisa dipungkiri bahwa Jogja adalah pasar yang sangat luas oleh karena itu perlu dibangun berbagai hal untuk mendukung industri dalam bidang pariwisata, investasi dan perdagangan.
Jogja never ending asia menjadi titik awal untuk memperkenalkan segala sesuatu yang ada di Jogja. Mulai dari kebudayaan, nilai seni dan segala aspek yang ada di dalamnya harus diperkenalkan kepada masyarakat luas.
Tagline tersebut harus dipahami oleh seluruh masyarakat Jogja sehingga siapapun yang ada di Jogja akan merasakan keramahan yang tak akan berhenti. Segala potensi yang ada akan saling bersinergi bahwa kota ini masih layak untuk didatangi dan dikembangkan.
Saat ini yang digunakan cukup Jogja Istimewa. Namun jangan salah, logo ini memiliki makna yang sangat dalam baik itu dari segi arti maupun warna dipilih.
jogja istimewa
Egaliterisme
Logo jogja istimewa sengaja dipilih menggunakan huruf kecil semua sebagai simbol egaliterisme, sederajat dan persaudaran.
Merah
Warna merah bata merupakan perlambang Kraton dan semangat keberanian menatap masa depan. Namun demikian tetap berbekal akar budaya dan kearifan lokal.
Jenis Huruf
Mungkin tak banyak yang tahu bila jenis font di pilih adalah jenis huruf original yang didesain dari aksara Jawa. Font modern, sederhana dan dinamis ini menggambarkan kehidupan masyarakat di Jogja.
Renaisance atau Gumregah
Tekad 9 Renaisance menjadi cita-cita pembangunan Jogja. Hal ini terlihat pada angka 9 pada huruf ‘g’/9. Renaisance dimanifestasikan dalam slogan gerakan Jogja Gumregah dalam bidang pendidikan, pariwisata, teknologi, ekonomi, energi, pangan, kesehatan, keterlindungan warga, tata ruang dan lingkungan.
Biji dan Daun
Titik dalam huruf j berbentuk biji dan daun, juga lubang pada juruf g melambangkan filosofi Cokro Manggilingan, Wiji Wutuh, Wutah Pecah, Pecah Tuwuh, Dadi Wiji. Artinya menjadi pedoman pembangunan yang lestari dan selaras dengan alam.
Hamemayu Hayuning Bhawana
Huruf g dan j saling memangku dan bersinanggungan melambangan Hamemayu Hayuning Bhawana. Menjadi pedoman pemimpin dan pengampu kebijakan tetap cermin pada hati nurani rakyat.
Merah dan Putih
Warna merah berasal dari lambang Kraton selain itu juga simbol keberanian, ketegasan, kebulatan tekat yang utuh. Sedang warna putih menggambarkan Jogja roh ke-Indonesia-an.
Fleksibilitas Warna
Warna merah merupakan warna resmi tapi jangan salah logo ini juga dirancang untuk fleksibel dengan warna lain. Hal ini untuk menggambarkan kemajemukan.