Percaya atau tidak ternyata salah satu cara melihat tingkat kedewasaan seseorang adalah melalui jejaring sosial media. Cara paling gampang tentu saja melalui situs fenomenal Facebook dan Instagram dimana didalamnya akan terlihat berbagai tampilan baik itu berupa kata maupun gambar.
Jangan ngaku dewasa kalau terlalu mudah mengumbar apa yang seharusnya bukan konsumsi publik. Seringkali ini terjadi pada mereka yang tengah emasi, tanpa pikir panjang dan langsung posting apa yang dilihat, dengar dan rasakan.
Bukankah ada hal-hal yang pantas dibagikan dan ada juga yang seharusnya tabu dibagikan. Hanya karena emosi sesaat semua aib bisa tersiar ke penjuru dunia.
Bagi yang suka dengan kamu pastinya mereka akan merasa prihatin kenapa ini harus terjadi. Sebaliknya mereka yang tidak kenal kamu atau parahnya mereka yang tidak suka pastinya akan menjadi pertunjukan menarik.
Patut dinantikan apa yang akan terjadi kemudian. Semakin kacau postingan maka itu bisa jadi akan membahagiakan, menjadi tontonan gratis, menarik dan sayang untuk dilewatkan.
Minimnya Literasi Digital
Mereka yang sering kali asal share ini kecenderungan adalah orang-orang yang minim literasi sosial. Selain itu bisa jadi karena kurang wawasan atau dalam bahasa sederhana mainnya kurang jauh.
Beruntung bagi mereka yang bisa mengubah, dari sosial media kemudian jadi cuan. Kalaupun itu sesuatu yang negatif atau kurang baik bisa jadi itu adalah cara mendatangkan uang.
Tidak percaya bila mereka ini kurang “baca,” mari buktikan dan lakukan survey kecil-kecilan. Biasanya orang yang suka eksis dengan terlalu sering menulis status berupa curahan hati memiliki kecenderungan kekanak-kanakan dan minta diperhatikan.
Lain halnya dengan mereka yang lebih suka menuliskan kata bijak dan motivasi. Biasanya orang ini cenderung lebih dewasa dan memandang suatu masalah dari sudut pandang logika bukan perasaan.
Ada juga kecenderungan salah seorang pengguna social media yang lebih nyaman berkenalan dengan orang baru, sekedar say hello dan kemudian raib entah kemana. Lain halnya dengan mereka yang intens dengan pertemanan yang erat.
Mungkin mereka kurang bisa menerima orang baru tapi apa yang terjadi dalam “dinding dan feed” adalah sebuah ketulusan, bukan cuma sekedar menyanjung.
Ada juga yang Sebagian Absurd
Cukup menarik memperhatikan Facebook beberapa pria yang tidak berani menampilkan sosoknya secara utuh. Dalam artian tidak ada foto yang menunjukan wajah yang ada hanya foto absurd.
Patut menjadi tanda tanya bila dalam pertemanan mereka mayoritas adalah wanita cantik. Bahkan ada yang lebih dari 90 persen isinya adalah gadis muda usia belasan.
Bukan bermaksud mencurigai tapi tetap patut diwaspadai mengingat saat ini begitu marak kejahatan via jejaring sosial. Banyak dari mereka yang tertipu oleh karena tipu daya laki-laki yang tidak dikenal dalam hitungan hari.
Tak sedikit dari mereka yang kemudian diculik dan dibawa lari. Tragisnya ada yang disekap dan diperkosa berhari-hari. Semua itu hanya karena media jejaring sosial yang menawarkan manis sesaat.
Ada juga hubungan sepasang kekasih yang berantakan gara-gara media berbasis teknologi informasi. Ada juga riset yang menemukan bahwa dampaknya telah cukup signifikan.
Dimana ada salah satu pihak yang kemudian memutuskan pasangan karena merasa menemukan yang lebih cocok di sosial media. Ada baiknya bagi siapa saja untuk mengkontrol diri.
Memantaskan apa saja yang pantas dibagikan dan apa yang tidak. Jangan sampai semua dibagikan ke orang lain dan kemudian ada pihak yang ambil untung dengan cara provokasi.
Bila kamu atau pasangan kamu terlalu polos dan mencurahkan semua isi hati bersiap-siaplah kalau diluar sana ada yang mengambil untung. Mungkin bukan dalam hal materi tapi lebih pada kepuasan dimana seseorang bisa memancing dalam air yang keruh.