Selain Sungai Code, terdapat Sungai Gajah Wong yang tak kalah terkenalnya di Yogyakarta. Sungai Gajah Wong ini merupakan salah satu sungai besar yang memiliki peranan penting sebagai sumber daya air untuk masyarakat sekitar.
Dibalik namanya, Sungai Gajah Wong ternyata menyimpan kisah yang mengajarkan nilai moral. Konon, pada zaman Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung, beliau memiliki seekor gajah bernama Kyai Dwipangga.
Kyai Dwipangga rutin dimandikan oleh abdi dalem yang begitu setia, yaitu Ki Sapa Wira. Namun, suatu hari karena terkena sakit bisul diketiaknya,ia meminta adik iparnya untuk menggantikan pekerjaannya sementara.
Dia adalah Ki Kerti Pejok yang menderita polio sejak ia lahir. Keesokan harinya, Kerti pun membawa Kyai Dwipangga untuk mandi di sungai yang biasa digunakan Ki Sapa Wira.
Namun saat hari selanjutnya, air sungai menjadi dangkal dan surut. Ia kesal dan mencari hilir lain untuk memandikan Kyai Dwipangga.
Kerti merasa senang karena berhasil menemukan hilir yang airnya banyak dan genangannya dalam. Kyai Dwipangga adalah gajah yang besar, jadi sungai tersebut ia rasa jauh lebih nyaman dari sungai yang biasa digunakan Ki Sapa Wara.
Dari awal ia menemukan hilir tersebut sampai saat memandikan Kyai Dwipangga, Kerti terus mengeluh kesah. Ia mengomel sendiri, heran mengapa Sultan Agung memerintahkan untuk memandikan Kyai Dwipangga di sungai yang kecil dan airnya sedikit.
Ia terus saja menggerutu tentang betapa kecilnya sungai tadi. Tiba-tiba terdengar suara halilintar, langit pun tertutup awan hitam. Dalam sekejap mata, banjir dahsyat menghantam Kerti dan Kyai Dwipangga.
Mereka hanyut terbawa arus banjir, Kerti sempat meminta tolong tapi ia tak lama kemudian tenggelam ditelan banjir. Akhirnya Kerti tewas bersama Kyai Dwipangga, mereka ditemukan hanyut tenggelam sampai laut selatan.
Untuk mengenang peristiwa hanyutnya Kerti dan Kyai Dwipangga, Sultan Agung memberi nama sungai itu “Gajah Wong” yang berarti gajah dan orang yang telah hanyut akibat banjir dahsyat.
Konon tempat Kerti memandikan gajah milik Sultan Agung bersebelahan dengan Kebun Binatang Gembira Loka. Setelah kejadian ini, banyak masyarakat berasumsi bahwa Tuhan marah karena Kerti mengeluh kesah akan kondisi sungai.
Terlepas dari mitos nama Sungai Gajah Wong, sudah sepatutnya kita bersyukur dan menerima apapun itu ciptaan Tuhan. Justru kita harus menjaga dan melestarikannya, bukan hanya mengkritik atau mengeluh akan kondisinya.
Kontributor – Aneq Oktina