Menulis maka saya ada. Satu mantra yang saya pegang dari kali pertama belajar junalistik secara serius di tahun 2004. Dimana kala itu ditanamkan oleh para rekan bahwa seseorang akan dikenang dengan apa yang dibuatnya. Tertanam terlalu dalam hingga mungkin saya pribadi katakan berubah menjadi waham kebesaran.
Berhubung saya bukan orang besar, bukan orang hebat, bukan orang yang memiliki kemampuan istimewa dan bukan pula orang yang pantas dikenang. Menulis adalah pekerjaaan keabadian dan dan menjadi salah satu opsi yang saya pilih supaya kelak, puluhan atau ratusan tahun yang akan datang publik masih akan mengenang.
Mungkin saya menganut waham kebesaran yang direduksi dalam kacamata positif. Padahal itu bukanlah waham tapi satu keyakinan yang harus diperjuangkan. Terlalu sadis bila saya dikatakan sebagai penganut waham kebesaran karena selama ini apa yang saya perjuangkan cukup terukur.
Kembali di menulis, antara idealime, memberi manfaat dan waham kebesaran. Tiga hal yang senantiasa di jaga dimana dalam proses menulis harus ada idealisme yang dijaga. Semua yang dituliskan haruslah dapat dipertanggungjawabkan untuk para pembaca.
Mencoba untuk senantiasa jujur apa yang kita tuliskan mewakili hati nurani. Bila memang tidak sesuai ada baiknya untuk tidak memulai.
Menulis haruslah memberi manfaat. Jangan pernah menuliskan kebohongan yang akan berakibat pola pikir pembaca. Perlu diketahui bahwa anak zaman now relatif cerdas. Mereka tahu betul mana yang jujur dan mana yang bukan.
Berbicara tentang memberi manfaat seolah menarik akal pikiran ke tahun 2009 saat masih menjadi reporter Tribun Lampung. Dimana kala itu pernah mengangkat berita laka lantas yang merenggut 3 nyawa (suami, istri dan anak dalam kandungan) dan menyisakan bocah SD.
Berkat tulisan tersebut anak yatim yang tinggal bersama kakek nenek ekonomi lemah akhirnya terangkat. Banyak pihak merasa terpanggil dan ingin menjadikannya anak asuh.
Bahkan ada salah seorang pengacara kenamaan di Lampung yang bermaksud untuk mengadopsi agar pendidikannya dan kehidupannya terjamin. Benar, menulis dan menyajikan berita adalah tugas saya.
Tapi ingat disitu ada hati yang tulus untuk senantiasa memberi manfaat. Bukankah tiap orang bisa berbuat baik dan memberi manfaat dengan caranya masing-masing.
Kini benar saya bukanlah reporter karena menulis hanya sebatas menyalurkan hobi di blog dan mewujudkan cita-cita. Dimana kembali apa yang kita kerjakan harus memberi manfaat. Kegiatan menulis ini pun saya tularkan kepada istri dan anak. Sementara ini baru istri Lina Muryani yang memiliki blog. Bila saatnya tiba anak pun demikian ia akan memiliki ruang untuk menuangkan ide dan gagasan.
Waham kebesaran itu setidaknya terlihat jelas dari nama anak yang ku sematkan pada buah hati. V Abhiraj Jurnalistika, berharap kelak suatu saat nanti ia meneruskan cita-cita ayahnya. Terkandung doa dalam sebuah nama dimana kelak ia mampu menyuarakan kebenaran lewat tulisan.