Pergi Ke Kota Budaya, Jangan Kaget Dengan Beberapa Aturan Unik di Jogja Ini

Seperti yang diketahui bahwa Jogja memiliki keistimewaan dalam berbagai hal. Selain keistimewaan dalam sistem pemerintahan, ternyata terdapat aturan unik di Jogja yang semua itu tak lepas dari seni, budaya, kuliner, dan tentu saja tempat wisata yang berbeda dengan daerah lainnya.

aturan aneh di jogja
aliffira.wordpress.com

Bagi kamu yang baru pertama kali berkunjung ke Jogja, kamu pasti akan dibuat terkagum-kagum dengan keindahan dan keistimewaan panorama wisata yang ada disana. Berbagai jenis destinasi bisa kamu pilih sesuai keinginan.

Setelah puas menikmati keindahan panorama wisata alam Jogja, kamu juga wajib mencicipi berbagai makanan khas Jogja yang siap menggoyang lidah para wisatawan. Salah satu yang tidak boleh terlewatkan apalagi kalau bukan Gudeg Jogja.

YOUR EXISTING AD GOES HERE

Selain keistimewaan diatas, Jogja ternyata juga memiliki keunikan adat yang sudah dipercaya secara turun menurun. Lima aturan ini ternyata diyakini oleh masyarakat Jogja hingga sekarang .

1. Sultan Tidak Boleh Melewati Plengkung Gading

Plengkung atau gapura adalah bangunan keraton Ngayogyokarta Hadiningrat yang pada zaman dulu biasa digunakan sebagai gerbang utama keluar masuk keraton. Salah satu Plengkung yang masih terkenal dan digunakan sampai saat ini adalah Plengkung Gading.

Plengkung Gading terletak di sebalah selatan Alun-Alun Kidul. Konon Plengkung ini adalah satu-satunya pintu keluar bagi raja yang mangkat atau wafat, untuk selanjutnya dimakamkan di pemakaman raja-raja Imogiri.

YOUR EXISTING AD GOES HERE

Hal inilah yang menjadi dasar mengapa Sultan yang masih hidup tidak diperkenankan melewati plengkung ini. Aturan inipun masih dipercaya hingga saat ini.

2. Dilarang Mengenakan Pakaian Hijau Ketika Berkunjung Ke Pantai Parangtritis

Sebagian dari kita mungkin tidak asing dengan larangan mengenakan baju berwarna tertentu ketika berkunjung ke pantai. Ternyata aturan seperti itu juga akan di temukan ketika berkunjung ke Pantai Parangtritis.

Sebagai pantai yang menjadi salah satu ikon wisata di kota Yogyakarta, Pantai Parangtritis tidak lepas dari mitos keberadaan Nyi Roro Kidul. Dan jika kamu pernah melihat lukisan Nyi Roro Kidul, kamu pasti akan melihat jika Nyi Roro Kidul mengenakan baju hijau.

Dari lukisan tersebut cerita berkembang bahwa Nyi Roro Kidul menyukai warna hijau. Hal inilah yang kemudian dipercaya masyarakat untuk tidak mengenakan pakaian warna hijau ketika berkunjung kesini.

Ada mitos yang mengatakan barang siapa mengenakan pakaian warna hijau maka akan terseret ombak atau diculik Nyi Roro Kidul.

3. Mengulek Sambal Harus Menghadap Ke Selatan

Sekilas tidak ada yang aneh ketika melihat seseorang mengulek sambal, apalagi bagi sebagian besar ibu-ibu di daerah Gunungkidul, Yogyakarta. Namun jika kamu benar-benar memperhatikan, ada keunikan lain yang ditunjukkan yakni mereka wajib menghadap keselatan.

Ternyata kebiasaan ini juga telah dianut secara turun temurun. Konon katanya, kebiasaan ini dilakukan untuk menghormati Nyi Roro Kidul.

4. Orang Sakit dan Pengantin Dilarang Melewati Perempatan Palbapang

Adakah yang aneh ketika kamu melewati Perempatan Palbapang? Ya, memang tidak ada yang aneh ketika melewati perempatan ini. Hampir sama dengan jalan-jalan lainnya.

Namun ternyata Pengantin dan dan orang sakit dilarang melintasi jalan ini. Jika pengantin terpaksa melewati perempatan ini mereka harus melepaskan ayam jago dan bagi mereka yang sakit, mereka wajib mencari jalan lain.

Mitos ini berkembang dari zaman dahulu. Terlepas dari benar tidaknya hal tersebut, namun masyarakat setempat sangat menghormati aturan tersebut.

5. Pasar Bubrah Gunung Merapi

Jika kamu pernah mendaki Gunung Merapi, pasti sudah tidak asing dengan tempat yang satu ini. Pasar bubrah merupakan daerah berbatu menyerupai lapangan luas yang berada tepat di bawah puncak Garuda.

Para pendaki biasanya menggunakan lokasi ini untuk membangun tenda dan beristirahat sebelum menuju ke puncak. Tidak sedikit juga yang hanya sekedar menikmati panorama keindahan alam dari sini.

Ternyata, banyak dari para pendaki yang bermalam disini mengalami hal mistis. Seperti mendengar suara gamelan atau suara orang-orang yang sedang bertransaksi jual beli layaknya di pasar.

Bagi masyarakat setempat, hal tersebut sudah menjadi kepercayaan bagi mereka. Maka dari itu, masyarakat menyebutnya sebagai “pasar bubrah”, tidak jauh berbeda dengan pasar setan yang ada di beberapa gunung lainnya. Bagi para pendaki yang berada disini, dihimbau untuk menjaga sopan santun dalam bertindak dan berucap.
Sebab, kita juga harus menghormati terhadap “makhluk” lain yang berada disini.

Itulah beberapa adat yang dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Jogja. Terlepas benar atau tidaknya, alangkah baiknya jika kita bisa mengikuti aturan atau adat istiadat setempat ketika berkunjung ke berbagai daerah.

Selain untuk kebaikan diri sendiri, aturan unik di Jogja ini adalah wujud penghormatan kita terhadap budaya setempat yang penuh dengan kearifan lokal.

Pos terkait