Makanan tradisional tak hanya membawa ciri khas pada suatu daerah. Tetapi juga membawa nilai historis dan filosofis yang memuat kebudayaan di tempat asal makanan tradisional itu berada dan salah satunya ketika ada di Jogja pasti lekat dengan sejarah gudeg.
Selain itu, sebagai sebuah ikon daerah, masakan tradisional juga mampu mengangkat ekonomi masyarakat. Meskipun memiliki potensi budaya maupun nilai ekonomi yang besar, masyarakat sering menampik keberadaan makanan tradisional dan menganggapnya dengan sebelah mata.
Banyak masyarakat yang tak mengetahui sejarah budaya maupun nilai filosofi tentang makanan tradisional, termasuk gudeg. Pengetahuan sepintas, masyarakat menganggap bahwa gudeg makanan khas tradisional dari kota Yogyakarta.
Akan tetapi, sangat sedikit yang mengetahui sejarah keberadaan gudeng hingga menjadi makanan khas Yogyakarta.
Sejarah Gudeg Yogyakarta Berusia Ratusan Tahun
Dalam bukunya yang berjudul “Gudeg Yogyakarta” Murdijati Gardjito menjelaskan bahwa sejarah gudeg di Yogyakarta dimulai bersamaan dengan dibangunnya kerajaan Mataram Islam di Alas Mentok yang ada di Kotagede pada sekitar tahun 1500-an.
Pada waktu membangun kerajaan Mataram di Alas Mentok, banyak pohon ditebang. Diantaranya adalah pohon nangka, kelapa, dan tangkil atau melinjo.
Karena banyaknya buah nangka muda (gori), kelapa dan daun tangkil (melinjo) akhirnya mendorong para pekerja untuk membuat makanan dengan bahan baku tersebut. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan makanan dengan jumlah yang begitu besar untuk para pekerja.
Asal Usul Gudeg
Asal usul kata gudeg pun, menurut Murdjati berasal dari proses memasak. Nangka muda, kelapa, dan daun tangkil diaduk dengan alat menyerupai dayung perahu yang disebut hangudek.
Dari proses mengaduk ini makanan yang diciptakan dari nangka muda ini disebut gudeg. Terlalu istimewa, hal ini karena proses memasak yang begitu lama, pada waktu itu gudeg sering dijadikan sebagai makanan nadzar, atau wujud rasa sukur.
Seperti doa pengharapan ketika anak sakit, mendapatkan rejeki panen yang melimpah, serta meminta keselamatan. Namun disinilah sebenarnya titik awal popularitas gudeg Yogyakarta yang diungkapkan Murdijati Gardjito.
Yaitu dimasa Presiden Soekarno mencetuskan ide membangun Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1940-an di Yogyakarta. Begitu hadir mahasiswa, gudeg sering dijadikan oleh-oleh mahasiswa untuk sanak saudaranya di kampung halaman.
Alhasil kuliner ini berkembang dan banyak dikenal di masyarakat.
Pembangunan kampus UGM di daerah Bulaksumur, juga memunculkan beberapa kampung sentra gudeg Mbarek yang berdekatan. Hadirnya kampung itu lantaran banyak mahasiswa UGM memilih makanan yang sejatinya telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Keberadaan kampung ini sekaligus semakin membuat kuliner berbahan ‘gori’ berkembang dengan baik.
Kontributor: Isnan Waluyo