Debit air Sendang Klangkapan masih penuh sebagai pertanda bahwa mata air di tengah perkampungan ini masih baik. Area sekitar sendang juga dipenuhi berbagai pepohonan yang tinggi dan rindang.
Sendang ini pada beberapa tahun yang lalu selalu ramai untuk orang-orang belajar berenang. Bahkan dulu calon anggota TNI pun menjalani tes renang di tempat ini. Tapi suasana itu tidak lagi dapat dilihat hari ini.
Situasi sekitar sendang sangat tenang, tak ada lagi orang yang mandi atau belajar berenang. Hanya tersisa sedikit bungkus deterjen tanda bahwa tempat ini masih dimanfaatkan untuk mencuci pakaian.
Hingga saat ini sendang yang ada di tengah Dusun Klangkapan, Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan, Sleman ini masih menyimpan banyak pertanyaan. Terutama terkait asal muasal mata air di bawah makam dan pohon besar ini.
Dari beberapa informasi yang didapat setidaknya ada dua versi asal muasal Sendang Klangkapan. Versi yang paling banyak beredar disekitar masyarakat Klangkapan yakni konon sendang ini dibuat Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga memang memiliki ikatan yang kuat dengan daerah Seyegan. Dua cerita lain terkait Walisongo ini adalah Tuk Si Bedug dan Kasuran. Yang letaknya memang tidak jauh dari Sendang Klangkapan.
Konon, waktu itu Sunan Kalijaga hendak melaksanakan sholat tapi tidak juga menemukan sumber air untuk wuldu. Kemudian ia nglokop (mengelupasi) lapisan tanah. Dan tak lama kemudian munculah mata air yang bisa digunakan untuk wudlu.Ternyata mata air itu terus mengeluarkan air sehingga membentuk sendang.
Versi yang satu mengatakan bahwa asal usul mata air ini terkait dengan kisah Ki Tunggulwana yang dikenal sebagai orang baik di perkampungan. Kisah ini ditulis oleh H Pardi Suratno dalam situs pariwisata Jogja.
Dalam kisah tersebut dituliskan bahwa Ki Tunggulwana adalah orang yang berhasil membuka hutan di area mata air menjadi pemukiman penduduk dan persawahan. Perkampungan tersebut kian lama kian ramai.
Tuhan akan senantiasa memberikan kelimpahan berkah dan kesuburan bila warga yang dipimpin Ki Tunggalwana tetap menjaga sikap saling peduli dan tolong menolong. Selain itu juga seluruh warga harus bisa menjadi orang yang bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan.
Untuk menunjukan rasa syukur itu maka para warga berencana melakukan upacara syukuran atas nikmat yang diperoleh. Ki Tunggalwana selaku pimpinan tentu saja menyetujui dan pesta besar diadakan pada Selasa Kliwon.
Pada saat pesta datanglah tamu yang buruk rupa dengan segal penyakit yang ada di tubuh dan menimbulkan bau tidak sedap. Para warga yang sedang pesta merasa terganggu dan mengusir tamu tak diundang tersebut.
Karena merasa terganggu maka salah seorang warga yang diketahui bernama Jagal Kasusra memukuli mereka hingga tewas. Dalam prakteknya ternyata dibantu oleh beberapa warga sekitar.
Meninggalnya dua orang ini membuat Ki Tunggalwana kecewa. Ia merasa tidak mampu menjaga warganya agar senantiasa bersikap baik dan selalu menolong yang lain.
Ki Tunggalwana semakin kecewa atas ulah Jagal Kasusra yang membongkar makam kedua orang itu dan membuangnya ke sungai. Atas peristiwa tersebut beberapa minggu kemudian kampung yang dipimpin orang baik ini diserang bencana berupa hewan ternak lumpuh dan terserang penyakit kulit.
Berdasar petunjuk yang didapat maka harusnya seluruh hewan ternak yang ada dimandikan di sugai tepi desa. Tapi malang, air sungai tiba-tiba surut tanpa alasan yang jelas. Itu semua sebagai hukuman bahwa warga telah berperilaku tidak baik dengan membunuh dua orang yang tidak bersalah.
Berdasar petunjuk Ki Sura diketahui bahwa di Tempel ada orang sakti bernama Sunan Kalijaga yang mampu memberikan pertolongan. Namun, Ki Tunggalwana memlih bertapa untuk meminta petunjuk kepada Tuhan secara langsung.
Dari kegiatan tersebut didapat petunjuk bahwa sikap saling tolong menolong harus tetap dijaga. Selain itu rasa syukur harus ditunjukan setiap tahun dengan cara bersih desa. Yang terakhir harus dilakukan adalah seluruh warga harus beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bila ketiga hal itu dilakukan dengan baik maka Tuhan akan selalu menjaga keberadaan dan kelangsungan hidup masyarakat. Tidak ada lagi bencana yang akan terjadi dikemudian hari.
Keesokan harinya setelah Ki Tunggalwana berwasiat munculah dua mata air atau sendang. Sendang yang besar dan ada di sisi utara bernama sendang lanang. Sedangkan yang kecil dan ada di sebelah selatan bernama sendang wadon.
Berhubung sendang ini berada di bawah pohon beringin yang terkelupas atau nglokop maka diberikan nama Sendang Klangkapan. Terlepas mau percaya cerita versi yang mana tentu di kembalikan kepada masing-masing individu. Yang jelas sendang ini masih memberikan banyak manfaat untuk masyarakat sekitar.
Khususnya pada jelang bulan puasa maka akan tradisi padusan. Satu kegiatan yang cukup menarik tentunya di ikuti bersama keluarga.